Di kantor saya bekerja sekarang ada rutin
persekutuan doa seminggu sekali pada waktu jam istirahat, jadi yang muslim
diberi kesempatan untuk beribadah maka yang Kristen pun memanfaatkan waktu
luang tersebut untuk berfellowship, suatu ketika sehari sebelum persekutuan
saya diminta untuk sharing Firman Tuhan, saya menyanggupinya dan seharian saya
berpikir dan merenung “Tuhan, bahan apa yang harus saya bawakan besok” bahkan
sampai terbawa mimpi itu bahan sharing buat besok. Singkat cerita saya sampaikan
apa yang saya dapat kemarin malam (yang sampai terbawa mimpi itu), saya
menceritakan tentang akhir jaman. Setelah saya selesai sharing, ini yang
menarik makanya kenapa saya membuat tulisan ini. Ada dua orang teman saya
mengkritik habis sharing saya.
Yang pertama teman saya mengkritik
bahwa keputusan ikut Yesus adalah keputusan masing-masing orang, ngapain kita
ngurusin / nolong orang-orang yang tidak mau ikut Tuhan Yesus, biarlah mereka
binasa dengan keputusan mereka masing-masing, kita cukup selamatkan diri kita
saja masing-masing, contoh: Ketika kita dan keluarga kita mau tenggelam, mana
yang kita selamatkan duluan? Ya nolong diri kita dulu, baru nolong keluarga
kita. Begitu juga kehidupan sehari-hari, apakah kita udah bener jadi orang
sampai harus ngurusin / nolong kepentingan orang lain? Urus / nolong diri kita
dulu aja lah, kalo udah bener baru boleh ngurusin / nolong kehidupan rohani
orang lain.
Yang kedua pun sama, malah lebih
pedas “Saya tuh ya paling sebel dengan orang-orang yang kaya gini, hidup aja
belum bener udah mau sharing-sharing akhir jaman lah, apalah…” bla..bla..bla..
pokonya panjang dan mengkritik.
Singkat cerita ketika doa nya
berakhir, teman saya yang coordinator persekutuan itu bercerita bahwa
sebenarnya dia ingin menyampaikan sesuatu di persekutuan kali ini, dan dia
ingin menyampaikan pesan tentang akhir jaman juga, tapi dia merasa sedikit
minder “karena ya siapa saya berani-beraninya menyampaikan akhir jaman, makanya
ketika saya melihat Pieter, udah aja langsung saya tunjuk dia, dan ternyata
pesan yang disampaikan pun tentang akhir jaman, untung aja Pieter yang bawain
karena saya cukup minder juga tentang tanggepan dua saudara yang mengkritik
tentang akhir jaman”
Setelah beres semuanya itu saya
merenungi kata-kata coordinator tadi, kenapa harus minder menyampaikan pesan
Tuhan? Apakah takut dikritik? Merasa tidak layak? Sayang sekali potensi yang
ada dalam diri kita harus terkubur karena tanggapan orang-orang disekeliling
kita. Saya sih tidak mau potensi saya mati hanya karena respon orang lain tidak
sesuai dengan harapan kita. Saya teringat pesan hamba Tuhan almarhum, kita itu
hanyalah seorang tukang pos nya Tuhan, kita menyampaikan pesan dari Tuhan
langsung. Iblis tidak bisa menuntut kita, tidak bisa mendakwa kita karena pesan
tersebut, karena bukan kita yang membuat pesan, we’re just a messanger, lain
kalau kita mereasa itu pesan dari saya, itu hasil gue, ya jangan heran kalau
iblis bisa menuntut, ya jangan heran kalau kita tersinggung bila dikritik. Tukang
pos mana bisa dia tersinggung / marah / dituntut karena pesan yang dia
sampaikan, ya kalau mau marah ya ke si pembuat pesannya langsung lah. Tukang
pos paling Cuma bisa bengong “ko orang itu marah-marah ya ketika baca surat?”
Trus paling di tinggal pergi sama tukang pos nya. Tukang pos paling cuma bisa
ikut bersedih atau menghibur ketika yang membaca surat itu nangis sedih. Tukang
pos mungkin bisa ikut merasakan senang (siapa tau kecipratan berkat) ketika
melihat orang yang terima surat loncat-loncat senang (mungkin terima cek, ato
warisan, atau apalah). Jadi menurut saya sih ga usah merasa gimana-gimana
sebagai seorang pembawa pesan Tuhan, karena itu urusan sipenerima dengan si
pemberi pesan, kalau si penerima menolak itu…ya bukan kita yang ditolaknya,
tapi si pemberi pesan itu lah yang ditolaknya, itu urusan dia sama Tuhan, kita
hanya hamba yang melakukan tugas kita, kecuali kita sombong dan merasa itu
pesan gua yang buat mah ya laen soal kalo gitu mah.
Dulu saya seperti itu, sering
marah-marah sendiri ketika mendengar pesan Tuhan, apalagi ditambah kalau yang
menyampaikan pesan tidak bermutu, semakain saya banyak belajar, merenungkan
Firman, dan mendegar kesaksian-kesaksian, semakin saya sadar kalau perbuatan
saya itu bodoh, karena Tuhanpun bisa memakai siapa saja bahkan yang menurut
kita ga bermutupun menjadi hambaNya kalau orang itu mau, jadi sampai saat ini
saya sangat berhati-hati tentang hal ini, karena saya pun tidak mau didapati
memberontak terhadap Tuhan hanya karena saya menolak pesan yang dibawakan orang
yang saya anggap lebih rendah dari saya.
Seorang hamba Tuhan almarhum pernah
bercerita tentang dia meremehkan pesan Tuhan, suatu saat dia pernah dijanjikan
sebuah gedung besar berkapasitas 1500 orang, padahal jemaat dia hanya sekitar
300 orang, kemudia muncul seorang nabi Tuhan almarhum menyampaikan pesan Tuhan
pada pendeta ini, pendeta ini berpikir “Wah…hamba Tuhan besar mau bernubuat”
dia piker pesannya apa…menggoncang dunia atau apa…ternyata pesannya hanya “Kamu
harus selalu bergantung pada Tuhan” Pendeta ini kaget sekaligus kecewa beliau
pikir “Yaa….semua orang juga tau lah kalau kita itu harus bergantung pada
Tuhan” Detik dia meremehkan pesan Tuhan, ga sampai seminggu datang lah ujian,
gedung yang dijanjikan Tuhan berkapasitas 1500 orang belum ada dana untuk
membelinya, kemudian datanglah tawaran sangat mudah untuk mendapatkan pinjaman,
padahal beliau sangat anti dengan pinjam meminjam, seumur-umur beliau ini
sangat mengandalkan Tuhan dengan adanya donator yang dating secara ajaib, tapi
karena udah keburu nafsu dan donator tidak datang-datang akhirnya beliau pinjam
lah ke bank tanpa mengandalkan Tuhan, dari situ beliau bersaksi bahwa hidupnya
makin lama makin merosot tajam hingga beliau benar-benar tobat dan pertolongan
Tuhan pun datang.
Dari sini saya sangat belajar bahwa
pesan Tuhan “seremeh” apapun PASTI akan sangat penting kedepannya, hari ini
kita bisa anggap remeh, tapi kedepan kita pasti sadar bahwa pesan itu tidak
main-main.
Jadi saudara/i, jadi tukang pos itu
tidak harus nunggu kita sempurna dulu, siapapun bisa menjadi tukang pos karena
tidak perlu mempunyai tittle yang tinggi, yang penting mau dipakai. Mau sampai
kapan kita harus baik dulu baru kita layak menolong orang lain? Mau sampai
Tuhan Yesus datang untuk yang kedua kalinya baru kita bisa menolong orang lain?
Menjadi tukang pos bukan hanya mengantar pesan, tapi mengantar paket, makanan,
dsb, dsb…Tukang pos tidak memikirkan apakah saya layak untuk mengantarkan
barang ini, apakah saya sudah benar untuk mengantarkan pesan ini, dia ga
pusing, lah wong yang menyiapkan paket kan ya si pengirim paket. Kita paling
mempersiapkan penampilan, keramahan, tau jalan ke rumah yang dituju, selesai.
Soal isi bukan urusan kita. (Kalau dalam konteks Firman jelas kita harus
mempersiapkan diri doa pesan apa yang mau disampaikan, tapi kan setelah dapat
pesannya ya udah kita sampaikan aja, ga pusing).
Karena kalau kita mau ikutin logika teman saya
berarti kalau kita mau nolong orang kita harus selalu cek diri kita dulu apa
kita udah layak atau belum, kalau belum layak ya udah kita jangan nolong orang.
Contoh ekstreem nya gini, kalau ada sumbangan buat panti asuhan atau apalah, ya
kita harus pikir-pikir dulu sebelum kita nyumbang, apakah penghasilan kita
cukup untuk makan hari ini ato ngga; Atau kita bisa bilang “Ntar ya kalau saya
udah kaya baru saya mau nyumbang, soalnya gw harus mikirin diri gua sendiri
dulu sebelum nolong lu” Dipikir-pikir, banyak orang diluaran sana yang tidak
kenal Yesus saling menolong tanpa memusingkan dirinya sendiri, lah kita yang
notabene anak Tuhan ko kalah ya dengan mereka??
So guys…come on, jadilah hamba Tuhan yang taat,
jadilah tukang pos yang setia. Okaay…Tuhan Yesus memberkati.