Rabu, 30 Agustus 2017

Tukang Pos





          Di kantor saya bekerja sekarang ada rutin persekutuan doa seminggu sekali pada waktu jam istirahat, jadi yang muslim diberi kesempatan untuk beribadah maka yang Kristen pun memanfaatkan waktu luang tersebut untuk berfellowship, suatu ketika sehari sebelum persekutuan saya diminta untuk sharing Firman Tuhan, saya menyanggupinya dan seharian saya berpikir dan merenung “Tuhan, bahan apa yang harus saya bawakan besok” bahkan sampai terbawa mimpi itu bahan sharing buat besok. Singkat cerita saya sampaikan apa yang saya dapat kemarin malam (yang sampai terbawa mimpi itu), saya menceritakan tentang akhir jaman. Setelah saya selesai sharing, ini yang menarik makanya kenapa saya membuat tulisan ini. Ada dua orang teman saya mengkritik habis sharing saya.
            Yang pertama teman saya mengkritik bahwa keputusan ikut Yesus adalah keputusan masing-masing orang, ngapain kita ngurusin / nolong orang-orang yang tidak mau ikut Tuhan Yesus, biarlah mereka binasa dengan keputusan mereka masing-masing, kita cukup selamatkan diri kita saja masing-masing, contoh: Ketika kita dan keluarga kita mau tenggelam, mana yang kita selamatkan duluan? Ya nolong diri kita dulu, baru nolong keluarga kita. Begitu juga kehidupan sehari-hari, apakah kita udah bener jadi orang sampai harus ngurusin / nolong kepentingan orang lain? Urus / nolong diri kita dulu aja lah, kalo udah bener baru boleh ngurusin / nolong kehidupan rohani orang lain.
            Yang kedua pun sama, malah lebih pedas “Saya tuh ya paling sebel dengan orang-orang yang kaya gini, hidup aja belum bener udah mau sharing-sharing akhir jaman lah, apalah…” bla..bla..bla.. pokonya panjang dan mengkritik.
            Singkat cerita ketika doa nya berakhir, teman saya yang coordinator persekutuan itu bercerita bahwa sebenarnya dia ingin menyampaikan sesuatu di persekutuan kali ini, dan dia ingin menyampaikan pesan tentang akhir jaman juga, tapi dia merasa sedikit minder “karena ya siapa saya berani-beraninya menyampaikan akhir jaman, makanya ketika saya melihat Pieter, udah aja langsung saya tunjuk dia, dan ternyata pesan yang disampaikan pun tentang akhir jaman, untung aja Pieter yang bawain karena saya cukup minder juga tentang tanggepan dua saudara yang mengkritik tentang akhir jaman”
            Setelah beres semuanya itu saya merenungi kata-kata coordinator tadi, kenapa harus minder menyampaikan pesan Tuhan? Apakah takut dikritik? Merasa tidak layak? Sayang sekali potensi yang ada dalam diri kita harus terkubur karena tanggapan orang-orang disekeliling kita. Saya sih tidak mau potensi saya mati hanya karena respon orang lain tidak sesuai dengan harapan kita. Saya teringat pesan hamba Tuhan almarhum, kita itu hanyalah seorang tukang pos nya Tuhan, kita menyampaikan pesan dari Tuhan langsung. Iblis tidak bisa menuntut kita, tidak bisa mendakwa kita karena pesan tersebut, karena bukan kita yang membuat pesan, we’re just a messanger, lain kalau kita mereasa itu pesan dari saya, itu hasil gue, ya jangan heran kalau iblis bisa menuntut, ya jangan heran kalau kita tersinggung bila dikritik. Tukang pos mana bisa dia tersinggung / marah / dituntut karena pesan yang dia sampaikan, ya kalau mau marah ya ke si pembuat pesannya langsung lah. Tukang pos paling Cuma bisa bengong “ko orang itu marah-marah ya ketika baca surat?” Trus paling di tinggal pergi sama tukang pos nya. Tukang pos paling cuma bisa ikut bersedih atau menghibur ketika yang membaca surat itu nangis sedih. Tukang pos mungkin bisa ikut merasakan senang (siapa tau kecipratan berkat) ketika melihat orang yang terima surat loncat-loncat senang (mungkin terima cek, ato warisan, atau apalah). Jadi menurut saya sih ga usah merasa gimana-gimana sebagai seorang pembawa pesan Tuhan, karena itu urusan sipenerima dengan si pemberi pesan, kalau si penerima menolak itu…ya bukan kita yang ditolaknya, tapi si pemberi pesan itu lah yang ditolaknya, itu urusan dia sama Tuhan, kita hanya hamba yang melakukan tugas kita, kecuali kita sombong dan merasa itu pesan gua yang buat mah ya laen soal kalo gitu mah.
            Dulu saya seperti itu, sering marah-marah sendiri ketika mendengar pesan Tuhan, apalagi ditambah kalau yang menyampaikan pesan tidak bermutu, semakain saya banyak belajar, merenungkan Firman, dan mendegar kesaksian-kesaksian, semakin saya sadar kalau perbuatan saya itu bodoh, karena Tuhanpun bisa memakai siapa saja bahkan yang menurut kita ga bermutupun menjadi hambaNya kalau orang itu mau, jadi sampai saat ini saya sangat berhati-hati tentang hal ini, karena saya pun tidak mau didapati memberontak terhadap Tuhan hanya karena saya menolak pesan yang dibawakan orang yang saya anggap lebih rendah dari saya.
            Seorang hamba Tuhan almarhum pernah bercerita tentang dia meremehkan pesan Tuhan, suatu saat dia pernah dijanjikan sebuah gedung besar berkapasitas 1500 orang, padahal jemaat dia hanya sekitar 300 orang, kemudia muncul seorang nabi Tuhan almarhum menyampaikan pesan Tuhan pada pendeta ini, pendeta ini berpikir “Wah…hamba Tuhan besar mau bernubuat” dia piker pesannya apa…menggoncang dunia atau apa…ternyata pesannya hanya “Kamu harus selalu bergantung pada Tuhan” Pendeta ini kaget sekaligus kecewa beliau pikir “Yaa….semua orang juga tau lah kalau kita itu harus bergantung pada Tuhan” Detik dia meremehkan pesan Tuhan, ga sampai seminggu datang lah ujian, gedung yang dijanjikan Tuhan berkapasitas 1500 orang belum ada dana untuk membelinya, kemudian datanglah tawaran sangat mudah untuk mendapatkan pinjaman, padahal beliau sangat anti dengan pinjam meminjam, seumur-umur beliau ini sangat mengandalkan Tuhan dengan adanya donator yang dating secara ajaib, tapi karena udah keburu nafsu dan donator tidak datang-datang akhirnya beliau pinjam lah ke bank tanpa mengandalkan Tuhan, dari situ beliau bersaksi bahwa hidupnya makin lama makin merosot tajam hingga beliau benar-benar tobat dan pertolongan Tuhan pun datang.
            Dari sini saya sangat belajar bahwa pesan Tuhan “seremeh” apapun PASTI akan sangat penting kedepannya, hari ini kita bisa anggap remeh, tapi kedepan kita pasti sadar bahwa pesan itu tidak main-main.
            Jadi saudara/i, jadi tukang pos itu tidak harus nunggu kita sempurna dulu, siapapun bisa menjadi tukang pos karena tidak perlu mempunyai tittle yang tinggi, yang penting mau dipakai. Mau sampai kapan kita harus baik dulu baru kita layak menolong orang lain? Mau sampai Tuhan Yesus datang untuk yang kedua kalinya baru kita bisa menolong orang lain? Menjadi tukang pos bukan hanya mengantar pesan, tapi mengantar paket, makanan, dsb, dsb…Tukang pos tidak memikirkan apakah saya layak untuk mengantarkan barang ini, apakah saya sudah benar untuk mengantarkan pesan ini, dia ga pusing, lah wong yang menyiapkan paket kan ya si pengirim paket. Kita paling mempersiapkan penampilan, keramahan, tau jalan ke rumah yang dituju, selesai. Soal isi bukan urusan kita. (Kalau dalam konteks Firman jelas kita harus mempersiapkan diri doa pesan apa yang mau disampaikan, tapi kan setelah dapat pesannya ya udah kita sampaikan aja, ga pusing).
Karena kalau kita mau ikutin logika teman saya berarti kalau kita mau nolong orang kita harus selalu cek diri kita dulu apa kita udah layak atau belum, kalau belum layak ya udah kita jangan nolong orang. Contoh ekstreem nya gini, kalau ada sumbangan buat panti asuhan atau apalah, ya kita harus pikir-pikir dulu sebelum kita nyumbang, apakah penghasilan kita cukup untuk makan hari ini ato ngga; Atau kita bisa bilang “Ntar ya kalau saya udah kaya baru saya mau nyumbang, soalnya gw harus mikirin diri gua sendiri dulu sebelum nolong lu” Dipikir-pikir, banyak orang diluaran sana yang tidak kenal Yesus saling menolong tanpa memusingkan dirinya sendiri, lah kita yang notabene anak Tuhan ko kalah ya dengan mereka??
So guys…come on, jadilah hamba Tuhan yang taat, jadilah tukang pos yang setia. Okaay…Tuhan Yesus memberkati.

Mindset dan Mental seorang Raja





            Minggu kemarin saya ikut pelatihan konseling, inti dari pelatihan tersebut menyatakan kalau didunia ini kita masih nginjek tanah jadi jangan lupakan jiwa dan tubuh, banyak gereja sekarang ini hanya bermain di area roh tapi melupakan tubuh dan jiwa, saya sangat bersyukur dengan adanya pelatihan tersebut banyak gereja yang mengubah cara pandang mereka yang selama ini (menurut saya) hanya memikirkan perkara-perkara roh saja tanpa memikirkan peranan atau kebutuhan jiwa dan tubuh.
            Dan untuk kali ini saya tertarik untuk membahas “jiwa” khususnya tentang mindset dan mental seorang raja, kenapa? Sebelum saya menjelaskan lebih lanjut saya mau ajak saudara/i sekalian untuk mengetahui tokoh2 di Alkitab yang memang layak menjadi seorang pemimpin karena mindset dan mental mereka. Dan perlu kalian ketahui bahwa mereka ini bukanlah anak-anak Tuhan, wow…kita kalah..tapi kita harus belajar dari mereka. Ini mereka..
  1. Potifar
Kej 39 : 1-6
Disini kita bisa lihat bahwa Potifar tidak takut untuk menyerahkan segala sesuatunya kepada Yusuf meskipun Yusuf “menguasai” rumahnya, mungkin dia juga tidak peduli orang mau ngomong apa, karena secara sekilas mungkin orang lain melihat bahwa Yusuflah kepala rumah tangga nya, bukan Potifar. Tapi sepertinya Potifar tidak ambil pusing soal hal tersebut karena dia tahu kalau mau bagaimanapun juga dialah pemilik rumah tangga yang sesungguhnya, dia seorang pemimpin, kepala; dan dalam benak dia, dalam pikiran dia Yusuf mau sebagaimanapun hebatnya dia tetaplah seorang budak, sekali budak ya tetap budak dulu, sekarang, dan selama-lamanya, makanya Potifar sama sekali tidak gentar dengan reputasi Yusuf.
Ok, sampe sini dl, ntar penjelasannya belakangan, atau kalau kalian sudah mulai menangkap maksud saya ya baguslah..ha2. Roh Kudus kita sama soalnya.
  1. Firaun
Kej 41 : 39 – 44
Ini lebih dasyat lagi mentalnya, klo Potifar mah masih level kepala rumah tangga yang mempekerjakan budak, ini udah level kerajaan, level bangsa-bangsa mempekerjakan seorang budak + tahanan, tapi Firaun ga takut tuh tersaingi oleh Yusuf, padahal udah jelas-jelas yang menjalankan negeri itu Yusuf bukan Firaun, tapi dia tenang bin cuek2 aja tuh. Kelebihan Firaun cuma tahta kerajaan doang. Klo tadi Potifar mungkin yang melihat Yusuf yang mengerjakan rumah tangga Potifar mungkin hanya orang-orang dekat Potifar saja, tapi ini seluruh rakyat bahkan seluruh penjuru bumi melihat bahwa Yusuf lah yang “menguasai” Mesir, tapi Firaun sama sekali tidak gentar, tidak minder, mindset dan mental yang sungguh luar biasa menurut saya. Mungkin Firaun berpikir Yusuf itu sekali budak ya tetap budak, mau dinaikkan pangkatnya segimanapun ya dia tetap budak, kalau gue ya sekali Firaun tetap Firaun, mau ada 1000 Yusuf pun ya gue tetep penguasa negeri ini.
  1. Raja Ahasyweros
Ester 5 : 3, 6
Ester 7 : 2
Ester 9 : 12
Ini raja juga luar biasa, jaman dulu yang namanya perempuan itu dipandang sebelah mata, hanya pelengkap, tapi ini raja berani memberi yang terbaik pada perempuan, betul Ester itu seorang ratu, tapi tetap dalam peraturan kerajaan kedudukan seorang ratu pun tidak lepas dari peraturan hukuman mati kalau raja tidak berkenan, apalagi Ester itu dari bangsa Israel yang notabene dibenci oleh bangsa-bangsa sekitarnya (perempuan pula), dan raja Ahasyweros pun bukan dari Israel.
Raja ini tidak merasa terancam meskipun harus memberikan setengah dari kerajaannya pada Ester, dengan cueknya dia mau ngasih tanpa pikir panjang, mungkin raja Ahasyweros juga sadar kalau Ester itu sangat cerdas jadi dia tidak ragu untuk memberikan setengah kerajaan pada Ester (kalau dipelajari dengan benar maka kita bisa menemukan bahwa Ester itu cerdas luar biasa), tapi intinya ini raja mempunyai mental baja tanpa harus merasa disaingi oleh Ester.

            Nah sudah tau kan maksud saya mau kemana? Ya..banyak dari kita anak-anak Tuhan, anak-anak Kerajaan Allah, katanya anak Raja, pewaris tahta Kerajaan Allah, katanya anak kesayangan Bapa? Tapi nyatanya kita terlalu takut akan kehidupan ini, kuatir, ga PD, ga percaya, dll. Kalah dengan orang dunia ini yang bisa sangat percaya diri menguasai negeri ini, kalah mental kita hari-hari ini, yang harusnya menguasai negeri ini adalah anak-anak Tuhan bukan anak-anak dunia yang tidak mengenal Yesus. Ahok tidak bisa berjuang sendirian (Bisa sih kalau Tuhan mau).
            Milikilah mental Kerajaan Allah, mindset kita harus terus menerus berkata kalau saya ini anak Raja, dunia harus takluk kepada Allah, bukan kita yang dikuasai dunia. Berlakulah seperti seorang pemimpin, seorang raja yang tidak gentar apapun seperti yang ditunjukkan 3 orang yang diatas, biarlah nama Tuhan dipermuliakan, dan biarlah seluruh bumi penuh akan kemuliaan Tuhan, biar mereka melihat bahwa Yesuslah yang punya bumi ini dan anak-anakNya lah yang menguasai bumi ini. Amin3. Tuhan Yesus memberkati.